Humas DJPU
Rabu, 22 Maret 2017
SURABAYA - Kementerian Perhubungan menyediakan anggaran untuk Angkutan Udara Perintis tahun 2017 sebesar Rp 499 miliar yang melayani 193 rute di lebih dari 100 bandara yang dikelola oleh 26 Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP. 353 tahun 2016 tentang Rute dan Penyelenggara Subsidi Angkutan Udara Perintis serta Penyelenggara Subsidi Angkutan Bahan Bakar Minyak (BBM) Tahun Anggaran 2017.
Selain Program subsidi angkutan udara perintis untuk penumpang dan angkutan bahan bakar minyak (BBM), tahun 2017 ini Kemenhub akan melakukan program Angkutan udara perintis kargo di 3 KPA, yaitu KPA Timika, KPA Wamena dan KPA Dekai dengan jumlah 11 rute. Program jembatan udara ini sebagai komplemen dari program tol laut yang dicanangkan Presiden RI, Joko Widodo. Kebijakan ini sebagai dukungan dari sisi angkutan logistik yang diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan bagi penurunan harga sembako di wilayah pedalaman.
Selama ini barang-barang yang dikirim dengan kapal laut hanya sampai kota-kota di pantai. Harga di daerah-daerah pantai sudah bagus, tapi harga sembako di pegunungan masih tinggi. Oleh karena itu sembako yang diangkut oleh kapal laut tersebut nantinya akan diterbangkan ke 3 KPA tadi, yakni KPA Timika, KPA Wamena dan KPA Dekai. Dari tiga KPA ini nantinya akan diterbangkan ke 11 bandara-bandara yang ada di pegunungan di wilayah Papua. Dengan demikian harga sembako di kota-kota di pegunungan Papua sama dengan di kota-kota di pantai Papua.
Pembahasan tentang angkutan udara perintis tersebut dibahas dalam Rapat Koordinasi I Angkutan Udara Perintis Tahun Anggaran 2017 yang diadakan tanggal 21-23 Maret 2017 di Hotel Bumi, Surabaya.
Tujuan diselenggarakannya rapat Koordinasi ini dalam rangka untuk melaksanakan fungsi perencanaan, pengawasan dan evaluasi serta fungsi koordinasi para pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan angkutan udara perintis. Keberhasilan penyelenggaraan angkutan udara perintis tidak lepas dari peran serta dari semua pemangku kepentingan yang terlibat didalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut.
Materi Pembahasan dalam Rakortis ini adalah evaluasi penyelenggaraan angkutan udara perintis dan angkutan bahan bakar minyak tahun anggaran 2016. Serta usulan program angkutan udara perintis penumpang, kargo dan angkutan bahan bakar minyak tahun anggaran 2018.
Peserta Rakortis terdiri dari 27 KPA Angkutan Udara Perintis, Pejabat terkait Di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 10 Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara, 10 Bupati, Para Kepala Dinas Perhubungan yang diundang, Kepala UPBU yang tercakup, 3 Operator Angkutan Udara dan 4 Operator Angkutan Bahan Bakar Minyak.
Dalam pengarahannya, Dirjen Perhubungan Udara Agus Santoso menyatakan bahwa angkutan udara perintis mempunyai peranan yang penting. Yaitu sebagai aksesibilitas daerah terpencil dan pedalaman yang tidak atau belum terhubungi oleh moda transportasi lain. Juga berperan dalam membentuk konektivitas jaringan rute penerbangan yang menghubungkan rute utama ataupun rute pengumpan dalam penyelenggaraan angkutan udara nasional.
“Kebijakan ini merupakan arahan dari Menteri Perhubungan RI. Oleh karena itu saya berpesan kepada KPA untuk lebih mencermati rute-rute yang akan diterbangi oleh penerbangan perintis. Tugas KPA itu untuk membantu saudara-saudara kita di daerah terpencil, terpinggir dan terluar. Hal ini seharusnya dijadikan ladang amal kita dan bukan untuk kepentingan pribadi,” ujar Agus.
“Tujuan utama dari adanya kegiatan Angkutan udara perintis ini adalah tersedianya jaringan dan rute penerbangan yang dapat melayani dan menghubungi daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan. Hal ini sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan,” lanjutnya.
Agus meminta dalam rapat koordinasi ini dilakukan evaluasi secara terintegrasi terhadap penyelenggaraan angkutan udara perintis tahun anggaran 2016. Permasalahan yang muncul diharapkan mampu mendapatkan solusi sehingga tercipta pelayanan yang terbaik untuk masyarakat di tahun anggaran 2017 ini.
“Dalam kesiapan angkutan udara perintis, pelaksanaanya berdasarkan pada kontrak yang telah disepakati. Operator harus konsisten dalam memberikan pelayanan karena penerbangan tersebut memang dibutuhkan oleh saudara-saudara kita khususnya di daerah tertinggal, terpencil serta daerah terluar dan perbatasan yang hanya mengandalkan angkutan udara sebagai alat transportasi,” lanjut Agus lagi.
Menurut Agus, keberhasilan angkutan udara perintis bukan hanya semata-mata dilihat dari keteraturan pelayanan angkutan udara sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan namun juga tingkat keterisian penumpang yang sama baiknya sehingga program ini tidak terasa sia-sia, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan perekonomian daerah tersebut.
Dari 193 destinasi, ada bandara yang sudah disertifikasi, baru diregister dan ada juga bandara yang tidak memenuhi standar sebagai bandara sebagaimana yang telah ditetapkan Pemerintah. Seperti misalnya landasannya tidak rata tapi bergelombang dan menanjak, belum ada x-ray, belum ada pagar dan sebagainya. Adalah tugas KPA untuk segera melaporkan kondisi bandaranya secara lengkap.
“Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan mengharuskan dan mensyaratkan maskapai agar pesawatnya safety. Sementara bandara-bandara yang dikelola Pemerintah justru tidak safety. Ini yang tidak boleh. Semuanya harus safety,” tegas Agus.
Di sisi lain, maskapai sebagai pihak yang akan terbang ke bandara yang belum teregister, diminta bantuannya untuk membuat laporan tentang apa saja kekurangan bandara, dan apa saja yang harus dilengkapi.
Setelah KPA menginventarisasi kekurangan bandaranya dan operator juga melaporkan apa saja kekurangan fasilitas di bandara yang berpotensi mengganggu keselamatan. Kemudian dibuat kesepakatan atau MoU yang menjadi dasar kesepakatan bersama. Jangan setelah terjadi peristiwa saling menyalahkan dan melempar tanggung jawab
Pengelola bandara juga harus tegas. Tidak boleh ada kompromi untuk keselamatan. Jika memang landasan yang ada tidak cukup untuk didarati, pengelola bandara harus tegas melarang pesawat itu mendarat kecuali dalam keadaan darurat. Kalau cuaca buruk dan membahayakan pendaratan, pengeloa bandara harus berani menutup bandara tanpa terkecuali.
Menurut Agus, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sudah memerintahkan kepada Kepala BMKG untuk memperbaiki sejumlah peralatan dan fasilitas terutama di Papua untuk membantu pencitraan cuaca.
Agus mengingatkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan angkutan udara perintis, yaitu:
a. Intensifkan fungsi pengawasan dalam pelaksanaan angkutan udara perintis dengan memberdayakan pengawas di daerah cakupan dan Kantor Otoritas Bandar udara.
b. Dalam hal tidak dilaksanakannya penerbangan, operator pelaksana wajib memberikan keterangan kepada KPA mengenai alasan dan kapan akan dilakukan penerbangan pengganti.
c. Segera kenakan denda keterlambatan penerbangan sesuai ketentuan dan disetorkan ke kas negara apabila operator tidak melaksanakan kewajibannya sesuai kontrak yang telah disepakati.
d. Besaran denda keterlambatan pada batas jumlah tertentu dapat mengakibatkan diputusnya kontrak.
e. Segera lelang ulang untuk mendapatkan operator baru yang lebih siap.(HUMAS)
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Jalan Medan Merdeka Barat No 8, Gambir, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10110, Indonesia
Copyright © 2024 Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. All Rights Reserved.