INDONESIA RATIFIKASI MONTREAL CONVENTION 1999 UNTUK MODERNISASI DAN HARMONISASI PERLINDUNGAN PENGGUNA JASA PENERBANGAN INTERNASIONAL

Beranda Berita INDONESIA RATIFIKASI MONTREAL CONVENTION 1999 UNTUK MODERNISASI DAN HARMONISASI PERLINDUNGAN PENGGUNA JASA PENERBANGAN INTERNASIONAL

INDONESIA RATIFIKASI MONTREAL CONVENTION 1999 UNTUK MODERNISASI DAN HARMONISASI PERLINDUNGAN PENGGUNA JASA PENERBANGAN INTERNASIONAL

Humas DJPU

Kamis, 27 Juli 2017

Dengan maksud mengikuti perkembangan (modernisasi)  hukum penerbangan Internasional dan harmonisasi antara stakeholder penerbangan Indonesia dengan penerbangan Internasional, Indonesia kembali meratifikasi konvensi dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional ( International Civil Aviation Organization/ ICAO). Konvensi yang dimaksud adalah Convention for the unification of certain rules for international carriage by air (Konvensi tentang unifikasi aturan-aturan tertentu untuk angkutan udara internasional), yang lebih dikenal sebagai Konvensi Montreal 1999.

Konvensi ini telah diratifikasi oleh Indonesia pada tanggal 21 November 2016 melalui Perpres RI no:95 tahun 2016 tentang Pengesahan Convention for the unification of certain rules for international carriage by air (Konvensi tentang unifikasi aturan-aturan tertentu untuk angkutan udara internasional). Penyerahan piagam aksesi Konvensi Montreal 1999 kepada  Sekjen ICAO, DR. Fang Liu, telah dilakukan pada tanggal 20 Maret 2017 di Kantor Pusat ICAO, Montreal, Kanada.

Dengan diserahkannya piagam tersebut, sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam pasal 52 ayat 7, konvensi ini mulai mengikat Indonesia pada tanggal  19 mei 2017 (terhitung 60 hari dari penyerahan piagam aksesi).

Demikian diungkapkan oleh Kepala Bagian Kerjasama dan Humas Setditjen  Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Agoes Soebagio dalam pembukaan  acara Focus Group Discussion Sosialisasi Tindak Lanjut Ratifikasi Konvensi Montreal 1999 dan Implementasinya di Yogyakarta, hari ini, Kamis 27 Juli 2017.

"Dengan adanya pemberlakuan mengikat bagi Indonesia untuk mengimplementasikan Konvensi Montreal 1999 ini, Indonesia perlu memperhatikan untuk segera menyusun langkah-langkah antisipasi sebaik-baiknya guna keefektifitasan pelaksanaan penerapan Konvensi ini," ujar Agoes

Menurut Agoes, mengingat ratifikasi terhadap konvensi ini belum lama dilakukan oleh Indonesia, tidak dapat dipungkiri kalau dalam proses pelaksanaannya masih terdapat kendala. Baik dari  sisi regulasi, teknis dan operasional.
Dengan pertimbangan tersebut, maka Direktorat Jenderal Perhubungan Udara melakukan sosialisasi tindak lanjut ratifikasi konvensi MK1999 ini.

"Hal ini  agar semua stakeholder dapat menyeragamkan dan memperhatikan hal-hal yang perlu dilakukan pada saat melakukan implementasi seluruh ketentuan yang telah diatur dalam konvensi ini. Dengan demikian, semua stakeholder dapat mempersiapkan diri  sebaik-baiknya dalam pelaksanaan pemenuhan tanggung jawab pengangkut sesuai aturan dalam Konvensi Montreal 1999 tersebut," ujar Agoes lagi.

Stakeholder yang dimaksud adalah regulator, operator penerbangan dan masyarakat  yang akan terkena dampak dari aturan di konvensi ini.

Agoes berharap dengan diadakannya sosialisasi ini dapat memberikan wawasan yang berguna bagi para peserta sosialisasi yang telah  hadir.

Konvensi Montreal 1999 mengatur rezim hukum secara internasional mengenai tanggung jawab pengangkut terhadap pengguna jasa penerbangan yang mengalami kerugian yang ditimbulkan oleh pengangkut. Baik itu pengangkutan penumpang, bagasi dan kargo dalam penerbangan internasional dengan pesawat udara.

Konvensi Montreal 1999  merupakan modernisasi dari berbagai aturan dan perjanjian sebelumnya dalam sistem Konvensi Warsawa ke dalam satu dokumen secara lebih sederhana.

Konvensi Montreal 1999 ini berlaku sejak 4 November 2003 dan hingga saat ini telah diratifikasi oleh kurang lebih 125 negara-negara  anggota ICAO (termasuk Indonesia).

Kedepannya, Indonesia akan tetap berkomitmen untuk melakukan ratifikasi terhadap konvensi dan protokol lain yang telah diterbitkan oleh ICAO. Beberapa konvensi dan protokol ICAO yang telah menjadi program prioritas  Ditjen Hubud pada 2017 ini,  adalah protokol mengenai amandemen pasal 50 (A) dan pasal 56 Konvensi Penerbangan Sipil internasional yang mengatur mengenai penambahan keanggotaan Dewan ICAO dari 36 (tiga puluh enam) kursi keanggotaan menjadi 40 (empat puluh) kursi keanggotaan dan penambahan keanggotaan Air Navigation Commission (ANC) dari 19 (sembilan belas) menjadi 21 (dua puluh satu) kursi keanggotaan.(HUMAS)

Sistem Manajemen Pengaduan Kementerian Perhubungan (SIMADU)
Sistem Pelaporan Sukarela (Voluntary Reporting System) Kementerian Perhubungan (VRS)

Merupakan Sistem Database Keselamatan Penerbangan Nasional untuk mendukung Program Keselamatan Penerbangan Nasional / State Safety Programme (SSP) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.

Gambar Uphold
  • Belum ada agenda yang akan datang

Copyright © 2024 Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. All Rights Reserved.