TINGKATKAN KEAMANAN PENERBANGAN, INDONESIA LAKUKAN KAJIAN RATIFIKASI KONVENSI BEIJING 2010
Humas DJPU
Selasa, 17 April 2018
(Yogyakarta, 17/ 04/ 2018) Keamanan penerbangan adalah satu hal yang sangat penting, seperti halnya keselamatan penerbangan. Karena keamanan penerbangan merupakan langkah awal untuk menjaga keselamatan penerbangan. Oleh karena itu keamanan penerbangan harus dijaga oleh semua pihak yang berkepentingan di sektor penerbangan, bukan hanya oleh pengelola bandar udara dengan tim aviation security (avsec)-nya.
Namun dengan perkembangan teknologi, ancaman terhadap keamanan penerbangan juga semakin canggih. Jenis-jenis ancaman baru terhadap keamanan penerbangan sipil itu bisa datang dari mana saja, baik dalam maupun luar negeri. Untuk menangani berbagai ancaman tersebut membutuhkan usaha-usaha baru secara bersama, termasuk di dalamnya membuat kebijakan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam maupun luar negeri.
Dalam rangka menangani ancaman keamanan penerbangan secara lebih baik tersebut, Ditjen Perhubungan Udara hari ini di Yogyakarta melaksanakan Focus Group Discussion Ratifikasi Konvensi Beijing 2010. Acara yang bertemakan Implementasi Konvensi Beijing 2010 dan Manfaatnya Bagi Indonesia tersebut bertujuan untuk memberikan wawasan dan pandangan yang lebih komprehensif terkait dengan konvensi, mengingat luasnya geografis negara Indonesia sehingga diperlukan adanya jaminan keamanan dan keselamatan bagi pengguna jasa penerbangan di Indonesia.
"Focus Group Discussion ini dipandang perlu guna memperoleh kesamaan persepsi dalam memutuskan langkah-langkah yang akan diperlukan dalam rangka finalisasi proses ratifikasi. Dengan demikian diharapkan akan menghasilkan output berupa dapat diratifikasinya Konvensi Beijing 2010 oleh Indonesia sebagai bukti komitmen dan kepatuhan Indonesia terhadap seluruh standar dan ketentuan yang diterbitkan oleh ICAO, " tutur Kasubdit Standarisasi, Kerjasama dan Program Keamanan Penerbangan Direktorat Keamanan Penerbangan Dwi Afriyanto dalam sambutannya yang mewakili Sesditjen Perhubungan Udara Pramintohadi Soekarno.
Menurut Dwi, implementasi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi Beijing 2010 merupakan kebutuhan yang penting untuk memperkuat kerangka hukum untuk kerjasama internasional dalam mencegah dan menekan tindakan melawan hukum terhadap penerbangan sipil.
"Sebagai negara anggota ICAO, Indonesia memiliki beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai bukti komitmen dan kepatuhan Indonesia terhadap seluruh ketentuan, standar dan prosedur ICAO, termasuk terhadap seluruh perjanjian Internasional yang telah ditetapkan oleh ICAO," tambah Dwi.
Acara FGD ini dihadiri oleh 53 undangan yang terdiri dari para akademisi di bidang Penerbangan Sipil, satuan Gegana Brimob Polri, operator penerbangan, organisasi, instansi-instansi, stakeholder, dan unit-unit kerja Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Sebelumnya, Ditjen Hubud telah menerima State Letter dari Secretary General ICAO Ref: LE 3/45 – 17/135 tanggal 21 Desember 2017 perihal Entry into Force of the Protocol Supplementary to the Convention on the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft, done at Beijing on 10 September 2010 (Doc 9959). Surat tersebut pada prinsipnya menginformaskan pemberlakuan Protokol Beijing 2010 serta menghimbau kepada Indonesia untuk dapat segera meratifikasi Konvensi dan Protokol Beijing 2010.
Convention On The Suppression Of Unlawful Acts Relating To International Civil Aviation (Konvensi Tentang Pemberantasan Tindakan Melawan Hukum Pada Penerbangan Sipil Internasional), atau Konvensi Beijing 2010 mengatur secara internasional mengenai apa saja tindakan melawan hukum terhadap penerbangan sipil yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan untuk penumpang dan barang, yang secara serius mempengaruhi operasional pelayanan udara, bandar udara, navigasi udara serta merusak kepercayaan masyarakat dunia.
Sampai saat ini, Konvensi Beijing 2010 telah diratifikasi oleh 22 negara anggota ICAO. (HUMAS)