KEMENHUB MENYIKAPI HASIL INVESTIGASI KNKT

Beranda Berita KEMENHUB MENYIKAPI HASIL INVESTIGASI KNKT

KEMENHUB MENYIKAPI HASIL INVESTIGASI KNKT

Humas DJPU

Jumat, 01 November 2019

Jakarta – Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Udara menindaklanjuti rekomendasi keselamatan yang dikeluarkan oleh KNKT berdasarkan kepada hasil investigasi dengan pertimbangan bahwa rekomendasi tersebut akan berdampak positif terhadap peningkatan keselamatan penerbangan.

Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana B. Pramesti, saat mengadakan jumpa pers terkait sikap Ditjen Hubud dalam mencermati rekomendasi KNKT berupa Final Report kecelakaan JT610 yang diterbitkan pada 25 Oktober 2019. Jumpa pers tersebut turut didampingi, Direktur Kelaikudaraan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) Capt. Avirianto, Capt. Nurcayo Utomo dari KNKT serta Capt. Daniel Putut Kuncoro, Managing Director PT. Lion Air Group, yang berlangsung di Kantor Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) pada Jumat (1/11) hari ini.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B. Pramesti menyampaikan bahwa Ditjen Hubud akan mengambil sejumlah langkah tindaklanjut yang bersifat perbaikan terutama kepada Lion Air, sebagai berikut :

1. Ditjen Perhubungan Udara akan melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap tindakan perbaikan yang dilakukan oleh Lion Air terhadap 3 rekomendasi KNKT tersebut menggunakan petunjuk teknis pengawasan yang tersedia sbb:

• SI 8900-3.32 The General Process for Approval of Applicant Manuals;
• SI 8900-3.324 Approval and Inspection of Operations Manual;
• SI 8900-3.328 Evaluate Company Maintenance Manual;
• SI 8900-3.325 Evaluate and Acceptance of Ground Operation Manual;
• SI 19-05 Safety Management System (SMS) Guidance for Inspector and Organization.

2. Penekanan kepada Lion Air adalah hal-hal sbb:
• waktu pengkinian dan sinkronisasi antar manual di Lion Air;
• pada cakupan training dan jangka waktu pelatihan SMS sesuai dengan tingkatan masing-masing personil di operator tersebut; dan
• memastikan bahwa hazard report yang disampaikan oleh personil benar-benar dapat diakses langsung oleh pejabat yang bertanggungjawab di operator tersebut.

Ditjen Perhubungan Udara juga akan segera melakukan peningkatan pengawasan terhadap implementasi SOP di Lion Air dengan melakukan kegiatan surveillance pada area training dan kegiatan operasional di lingkup airworthiness dan flight operations.

Hal-hal tersebut di atas akan dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan ke depan (hingga Januari 2020) dengan pertimbangan waktu yang diperlukan bagi Lion Air untuk menyiapkan atau memperbaiki sistem yang ada, terkait dengan pembaharuan dan sinkronisasi manual.

Pada topik mengenai proses Return to Service, sebagaimana pernah disampaikan dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Ditjen Perhubungan Udara akan mencermati hal-hal berikut ini:
• Airworthiness Directive yang diterbitkan oleh FAA sebagai otoritas penerbangan sipil dari State of Design yang memandatkan tindakan perbaikan apa saja yang harus dilakukan terhadap B737-8 MAX sebelum dapat dioperasikan kembali;
• Hasil final report KNKT terhadap kecelakaan JT610;
• Proses sertifikasi terhadap perbaikan MCAS di B737-8 MAX yang dilakukan oleh sejumlah otoritas penerbangan sipil yaitu Transport Canada, EASA, dan ANAC Brazil; serta
• Kerjasama kawasan yang digalang antar otoritas penerbangan sipil di ASEAN untuk harmonisasi proses RTS B737-8 MAX.

Saat ini proses perbaikan MCAS masih dilakukan oleh Boeing yang selanjutnya akan disertifikasi oleh FAA sebelum diterbitkannya Airwothiness Directive (AD).

Selain itu Ditjen Perhubungan Udara juga tengah mengkaji perlunya sesi training simulator bagi pilot yang akan menerbangkan B737-8 MAX. Kajian ini dilakukan bersama negara kawasan di ASEAN dan juga operator penerbangan di Indonesia.

Koordinasi diantara otoritas penerbangan sipil di ASEAN yang terus dilakukan sejak B737-8 MAX dinyatakan grounded pada Maret 2019 akan dilanjutkan dengan pertemuan di Jakarta pada akhir November 2019 untuk membahas perkembangan terakhir terkait dengan proses RTS B737-8 MAX.

Ditjen Hubud juga terus melakukan koordinasi dengan komunitas dan organisasi internasional, khususnya Federal Aviation Administration (FAA), untuk tetap memastikan terpenuhinya keselamatan Penerbangan sipil di Indonesia.

Terkait dengan hak–hak ahli waris korban, mendasari PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, saat ini dari total 189 korban kecelakaan Lion Air JT610, sebanyak 73 ahli waris korban telah menerima ganti rugi dari pihak asuransi sedangkan 116 ahli waris korban lainnya saat ini belum menerima ganti rugi karena masih dalam proses penyelesaian dokumen Release and Discharge Agreement (R&D), sehingga belum menandatangani dokumen Release and Discharge Agreement (R&D) yang merupakan syarat dari pihak asuransi yang mengcover Lion Air, Kemenhub telah berkoordinasi dengan pihak Ombudsman guna penyelesaian proses ganti rugi bagi ahli waris para korban.

Dalam peringatan satu tahun insiden jatuhnya Pesawat Lion Air PK-LQP yang dilaksanakan tanggal 29 Oktober 2019 dengan melakukan tabur Bunga, Perwakilan Pihak Boeing, Ibrahim Senen, menyampaikan bahwa Boeing akan bertanggungjawab atas kecelakaan yang terjadi satu tahun lalu dengan memberikan dana santunan kepada ahli waris dengan total sebesar US$ 50 juta. Dana santunan sifatnya sukarela, tidak memiliki kewajiban yang mengikat, dan tidak terkait dengan tuntutan lainnya. Masing-masing keluarga sebagai ahli waris akan mendapatkan dana sejumlah *US$ 145.000.,* diinformasikan bahwa batas waktu penyerahan dokumen data dukung ahli waris paling lambat diterima oleh perwakilan Dana santunan Boeing pada 31 Desember 2019. Diinformasikan juga bahwa pihak Boeing telah membuka website : https://www.boeingfinancialassistancefund.com dalam rangka penyelesaian pemberian santunan total sebesar US$ 50 juta tersebut.

Ditjen Hubud telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Indonesia di Washington DC dalam memfasilitasi kebutuhan keluarga korban terkait dengan proses penerimaan dana santunan dari Boeing Company.

Untuk antisipasi risiko terjadi kecelakaan pesawat, Ditjen Hubud menekankan kepada operator penerbangan dan pelaku jasa transportasi udara untuk memperketat prosedur pengawasan, baik hardware maupun SDM. Apalagi mengingat 3 aspek utama dalam penerbangan yaitu keselamatan, keamanan dan kenyamanan merupakan hal yang prioritas dilakukan.

Sistem Manajemen Pengaduan Kementerian Perhubungan (SIMADU)
Sistem Pelaporan Sukarela (Voluntary Reporting System) Kementerian Perhubungan (VRS)

Merupakan Sistem Database Keselamatan Penerbangan Nasional untuk mendukung Program Keselamatan Penerbangan Nasional / State Safety Programme (SSP) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.

Gambar Uphold
  • Belum ada agenda yang akan datang

Copyright © 2024 Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. All Rights Reserved.